Kamis, 17 Februari 2011

Bisakah Kita Hidup Mengalir Bagai Air ?

Bisakah Kita Hidup Mengalir Bagai Air ?
Kategori Individual
Oleh : Ubaydillah, AN
Jakarta, 8/29/2009
Seorang kawan yang kebetulan sedang menyampaikan materi pelatihan tentang bagaimana hidup ini harus dikelola, sempat agak kurang bahagia mendengar jawaban salah seorang peserta. Saat si kawan ini menanyakan bagaimana Anda menjalani hari-hari di kantor atau di rumah, yang ditanya menjawab begini: "Saya menjalaninya seperti air yang mengalir!"
"What ...?", kata kawan saya. "Maksudnya seperti apa? Apakah Anda punya rencana lalu itu Anda jalankan pelan-pelan, seperti air yang mengalir, ataukah Anda sama sekali tidak punya rencana yang Anda perjuangkan sehingga hari-hari Anda mengalir begitu saja?" tanya kawan saya ini yang penasaran ingin tahu penjelasannya lebih lanjut. Setelah dicecar dengan berbagai pertanyaan, ternyata jawaban "Saya menjalaninya seperti air yang mengalir" itu terinspirasi dari ucapan Pak Bob Sadino dalam sebuah seminar yang pernah diikutinya. Memang, dalam berbagai kesempatan, tokoh bisnis yang satu ini, kerap melontarkan pernyataan dan sikap yang nampak sepertinya berlawanan dengan formula manajemen atau juga berlawanan dengan bagaimana umumnya manusia berpikir.
Misalnya beliau lebih dari satu kali mengatakan bahwa hidupnya dan caranya mengendalikan bisnisnya tidak pakai rencana yang benar-benar direncanakan, tapi dijalankan seperti air mengalir. Sampai ada ungkapan begini: "Cukup satu langkah awal. Ada kerikil saya singkirkan. Melangkah lagi. Bertemu duri saya sibakkan. Melangkah lagi. Terhadang lubang saya lompati. Melangkah lagi. Bertemu api saya mundur. Melangkah lagi. Berjalan terus dan mengatasi masalah", seperti pernah dikutip Majalah Manajemen, PPM. Padahal, jika kita mengacu ke berbagai formula dalam manajemen, supaya hidup kita ini ordered dan dynamic atau terkelola dengan baik (life-management), maka yang dibutuhkan adalah: Planning (rencana pengembangan), Assessing (penilaian diri dan keadaan untuk menemukan titik temu antara rencana, kapasitas, dan keadaan), dan Motivating (bahan bakar, motivasi yang mendorong kita untuk terus maju atau tetap tegar dalam menghadapi masalah).
Yang menjadi pertanyaan adalah, apa benar orang-orang seperti Pak Bob, dan lain-lain itu menjalani hidup bagai air mengalir yang pengertiannya adalah tanpa rencana, tanpa target, tanpa perjuangan, dan seterusnya? Kalau dilihat dari hasil yang diraihnya, mungkin kita perlu melihat penjelasan lain.
"Secara manajemen, supaya hidup kita ini ordered dan dynamic, maka yang dibutuhkan adalah: planning, assessing dan motivating"

Skala Keahlian
Di setiap bidang keahlian yang kita tekuni itu ternyata ada tingkatannya atau skala pencapaian, dari yang paling rendah sampai yang paling tinggi. Ini mencakup keahlian mental (soft skill) atau keahlian kerja (hard skill). Secara umum, indikasi skala rendah atau tinggi itu terletak pada: apakah kita masih mikir dalam menerapkan keahlian itu atau tidak. Misalnya saja keahlian menyetir kendaraan. Ketika kita masih mikir, habis gigi satu itu harus gigi dua, dan seterusnya, berarti skala keahlian kita di situ masih rendah. Tapi jika kita sudah bisa menyetir kendaraan tanpa mikirin teknik-tekniknya, berarti skala keahlian kita sudah tinggi. Semua gerakan sudah diatur oleh naluri yang terlatih. Kalau melihat hasilnya, orang seperti Pak Bob sudah masuk di sini. Cara kerja dunia yang seperti ini diterapkan juga oleh Gordon Training (1970) dalam memformulasi pengembangan skill SDM di perusahaan. Menurut formula mereka, skill SDM harus dikembangkan dengan memperhatikan 4 tahapan berikut ini:
1. Unconsciously unskilled: mereka belum sadar kalau kompetensinya rendah
2. Consciously unskilled: mereka sudah mulai menyadari kompetensinya yang rendah lalu memunculkan keinginan untuk belajar / menerima diajar
3. Consciously skilled: mereka sudah menguasai skill / kompetensi yang diajarkan, namun dalam menerapkannya masih mikir atau lamban karena belum biasa.
4. Unconsciously skilled: mereka sudah biasa dengan skill baru, menerapkannya tanpa beban atau sudah secara naluri.
Orang yang hidupnya mengalir seperti air, namun prestasinya secara nyata bagus, bisa dimasukkan pada level 4, dalam arti nalurinya sudah bekerja secara otomatis, sehingga tampak tak berpikir dengan serius. Ada penjelasan lain yang juga bisa kita pakai patokan, apakah mengalirnya kita itu karena keahlian yang sudah tinggi atau justru karena tidak peduli. Penjelasan ini mengaitkan bagaimana pengetahuan itu dikuasai manusia. Secara umum, tingkat penguasaan kita terhadap pengetahuan tertentu itu dibagi dua, yaitu:
a) Tacit Knowledge
Secara tingkatan, begitu kita sudah berhasil memiliki pengetahuan itu sebagai Tacit Knowledge (Tacit: diam-diam, alami), berarti keahlian kita sudah makin tinggi. Oleh Prof. Stenberg (Practical Intelligence, Fall: 2003), ciri-ciri Tacit Knowledge itu antara lain:
• Ilmu ini sudah berupa prosedur batin tentang bagaimana suatu pekerjaan seharusnya dikerjakan agar tujuan usaha tercapai.
• Ilmu ini bukan sebuah ilmu yang didapat dari "diajar" oleh orang lain, tetapi buah dari pembelajaran atau penemuan dari ketekunan atau praktek
• Ilmu ini merupakan pengetahuan tentang hal-hal yang secara personal punya arti tersendiri.
b) Codified Knowledge
Kalau Anda masih memetik gitar menurut formula yang diajarkan di kursus, berati masih berdasarkan Code (Codified). Tapi jika semua itu bekerja berdasarkan formula batin yang Anda temukan dari latihan dan ketekunan, berari itu sudah Tacit. Banyak pengusaha yang saking sudah biasanya mengkalkulasi peluang sehingga dia bisa melakukannya sambil bercanda atau tidak terlalu serius. Ada penjelasan lain yang bisa kita pakai acuan juga. Ini misalnya dikaitkan dengan cara mengambil keputusan. Menurut bukunya John Arnold (Work Psychology:1977), cara orang mengambil keputusan itu dibedakan menjadi tiga:
• Rational: mempertimbangkan untung-rugi, kelebihan-kekurangan
• Intuitive: berdasarkan irama perasaan yang mengilhami seseorang
• Dependent: menunggu atau melihat keadaan dan reaksi orang lain
Merujuk pada cara di atas, berarti konsep hidup mengalir bagai air itu menjadi kebiasaan yang sangat nyaman bagi orang yang cara mengambil keputusannya lebih mengandalkan intuisi. Semua orang memiliki intuisi, tetapi kadar kecerdasan intuisi manusia berbeda-beda dan perbedaan ini termasuk hak veto Tuhan yang tidak bisa diganggu gugat.
"Banyak pengusaha yang saking sudah biasanya mengkalkulasi peluang sehingga dia bisa melakukannya sambil bercanda atau tidak terlalu serius"

Menjadi Pelarian Sikap Mental
Memang, menurut akal sehat, yang perlu kita jauhi adalah: kita punya konsep hidup mengalir bagai air, namun itu kita lakukan sebagai pelampiasan kemalasan atau ketidakpedulian untuk menggunakan potensi diri guna meraih prestasi yang mestinya bisa kita raih. Lebih tepatnya bisa disebut menghindari perjuangan. Kenapa ini perlu dijauhi? Sampai ini sudah menjadi pilihan kita, maka larinya bukan ke gaya hidup yang "terserah gue dong" itu, melainkan masuk ke wilayah kualitas sikap mental. Secara sikap mental, manusia bisa dikelompokkan menjadi tiga:
1. Ada manusia yang memperburuk dirinya dengan sikapnya dalam menghadapi hidup, misalnya berpikir tidak punya kelebihan, lari ke hal-hal yang merusak atau menganiaya dirinya sendiri. Dalam agama, sikap seperti ini hukumannya berat.
2. Ada manusia yang membiarkan hal-hal buruk terjadi karena malas berjuang atau pasrah kalah pada keadaan buruk atau merelakan diri dianiaya oleh faktor eksternal.
3. Ada manusia yang memilih untuk mencari berbagai jalan keluar (creative) atau berjuang untuk mewujudkan ide-ide positif berdasarkan keadaan dan kapasitasnya atau memberdayakan kapasitas dirinya, orang lain, dan keadaan.
Secara kualitas, sikap mental yang perlu kita miliki adalah yang ketiga. Menurut bukunya Napoleon Hill (You Can Work Your Own Miracles: 1971 ), supaya sikap mental yang ketiga itu kita miliki, syaratnya adalah:
• Menyalakan keinginan untuk berubah ke arah yang lebih baik secara terus menerus sesuai keadaan dan kemampuan
• Melatih pikiran (mind) supaya terbiasa memilih tujuan / target / tindakan yang positif
• Banyak-banyak bergaul atau belajar dengan orang-orang positif
• Meningkatkan kemampuan mengontrol diri agar tidak mudah larut, hanyut, atau terpengaruh oleh hal-hal negatif
• Memberikan rangsangan pada pikiran dengan hal-hal positif, misalnya membaca yang memotivasi jiwa, dll.
Bagaimana supaya kita memiliki keinginan yang terus menyala? Untuk anak-anak, caranya adalah dengan melalui pengasuhan orangtua dan sekolah. Tapi, untuk orang dewasa, caranya adalah dengan "memaksa" diri melalui pembiasaan, pemaknaan peristiwa yang menimpa kita, atau menghindari penudingan ke faktor eksternal sebagai upaya untuk merebut tanggung jawab hidup.
"Untuk anak-anak, caranya adalah dengan melalui pengasuhan orangtua dan sekolah."

Lakunya Yang Harus Mengalir
Mungkin, supaya kita tidak terjebak pada kualitas sikap mental yang rendah saat menerapkan konsep hidup mengalir bagai air adalah membedakan mana yang harus mengalir seperti air dan mana yang harus terus bergejolak secara positif (berdinamika), berkembang. Berdasarkan pengalaman umat manusia, yang perlu diupayakan untuk harus selalu bergejolak (menyusun berbagai rencana, menggagas berbagai ide, dan semisalnya) adalah jiwa atau batin kita. Jiwa memang harus terus hidup, berdinamika, berkembang, bergejolak. Jangan sampai jiwa kita mati karena akibatnya bisa mengundang penyakit atau memunculkan bau yang tidak enak, seperti air ketika berhenti.
Meski jiwa terus diupayakan bergejolak sebebas-bebasnya, namun laku / prilaku / jurus-jurus hidup kita haruslah tetap mengalir bagai air supaya tidak patah menghadapi kenyataan. Kalau prilaku kita kaku sepeti kayu, ia mudah patah atau dipatahkan, baik oleh keadaan atau orang. Laku kita harus mengalir bagai air, dalam arti fokus pada tujuan dan fleksibel terhadap keadaan. Atau kalau mengikuti ajaran leluhur Jawa, jiwa dan raga kita haruslah selalu diupayakan berproses dalam: Cipto, Roso, Karso, dan Karyo. Cipto artinya menciptakan sesuatu di alam mental (rencana, ide-ide pengembangan, dst), Roso artinya merasakan apakah yang kita ciptakan itu sudah OK atau tidak, sedangkan Karso adalah memunculkan kehendak yang kuat untuk mewujudkan apa yang telah kita ciptakan di alam mental itu supaya menjadi Karyo (karya). Namun demikian, karakter laku (fisik) kita haruslah Rilo (menerima diri secara positif), Nerimo (menerima kenyataan secara positif), Temen (committed), Sabar dan tetap Berbudi luhur.

Masuk Golongan Manakah Kita?
Intinya, konsep hidup mengalir bagai air itu ada dua golongan, yaitu: ada yang karena saking rendahnya kemampuan kita dalam menggunakan kapasitas diri sehingga kita memilih tidak peduli / membiarkan semua terjadi. Tetapi, ada yang karena saking sudah ahlinya kita mengelola diri sehingga tidak perlu berpikir terlalu serius, mungkin seperti Pak Bob dan orang-orang yang sudah ahli lainnya. Hanya kita yang tahu termasuk golongan manakah kita.
» Read more → Bisakah Kita Hidup Mengalir Bagai Air ?

HAKEKAT PSIKOLOGI KEPRIBADIAN ISLAM

HAKEKAT PSIKOLOGI KEPRIBADIAN ISLAM

Definisi

Studi tentang psikologi Kepribadian harus didasarkan atas nilai-nilai universal Islam (yang termasuk dalam Al Qur’an dan As-sunnah). Dengan begitu istilah-itilah yang digunakan nanti akan bercorak Isalami dengan pendekatan intergralistik dan komprehensif.
Dalam studi keIslaman, istilah kepribadian lebih dikenal dengan term as syhakhshiyah (syakhsh = pribadi). Ada juga term-term yang lain seperti al huwiyat (huwa = dia= indentity) al zatiyah (substansi pribadi dan non pribadi = tendensi) al nafsiyah (nafs = nyawa, daya dan jiwa) al khulq (citra pribadi) term khulq/akhlak muncul bersamaan dengan munculnya Islam karena Nabi Muhammad SAW di utus untuk menyempurnakan akhlak manusia. Namun demiikian secara psikologis term syakhshiyah lebih popular.
Psikologi kepribadian Islam adalah corak studi mengenai citra dan keunikan tingkah laku manusia berdasarkan pendekatan psikologis term yang diasumsikan dari nilai-nilai universalitas Isalm yang bertujuan untuk meningkatkan kebahagiaan dunia dan akhirat dalam relasinya dengan Islam, sesame dan Allah SWT.
Disebut corak studi karena psikologi Islam merupakan salah satu corak atau aliran psikologi kepriabdian yang memiliki skstensi sama dengan psikologi kepribadian lainnya. Citra dan keunikan tingkah laku artinya bahwa psikologi Islam merupakan studi tentang kepribadian yang dipandang dari sudut psikologi yang menggambarkan apa dan bagaimana manusia. Yang diasumsikan dari niali-nilai universalitas Islam artinya kajian tentang jiwa dan tingkah lakunya dalam Islam harus berdasarkan Al Quran dan As sunnah serta khazanah keislaman yang lain.
Psikologi Islam sarat dengan nilai-nilai yang dapat mengantarkan kebahagiaan manusia, bukan hanya terbatas pada kebahagiaan dunia saja melainkan juga pada kebahagiaan akhirat.
Psikologi kepribadian mengkaji ekstensi manusia sesungguhnya. Manusai adalah khalifah di bumi dan dalam tugasnya ini manusia memiliki relasi dengan sesamanya dan dikaruniai alam dan isinya.

Struktur Kerpribadian Dalam Psikologi Kepribadian Islam

• Fitrah Jasmani (aspek biologis yang berfungsi sebagai wadah atau tempat singgah fitrah ruhani)
• Fitrah Ruhani ( aspek psikologis yang diciptakan untuk menjadi substansi dan esensi kepribadian manusia)
• Fitrah Nafsani (struktur psikofisik yang diciptakan untuk mengaktualisasikan semua rencana Allah SWT kepada manusia)






Lihatlah table berikut ini!

No TINGKATAN KEPRIBADIAN
Kepribadian Muthmainah Kepribadian Lawwamah Kepribadian Ammarah
1 55% 30% 15%
2 30% 40% 30%
3 15% 30% 55%


Perbandiang Bentuk-Bentuk Kepribadian dalam Pandang Ibnu Qayyim Al Zauziyah

Kepribadian Muthmainnah Kepribadian Ammarah
memiliki harga diri menjatuhkan harga diri
merendahkan jiwa menghinakan diri/jiwa
dermawan kesombongan
kewibawaan menyombongkan diri
memilihara diri nekad
berani penakut
prihatin pelit
ekonomis buruk sangka
waspada menduga
firasat menunjukkan keburukan
memberi peringatan menyogok
memberi hadiah keras hati
sabar menghinakan diri/jiwa
pemaaf bodoh dan lupa
tau dan berilmu penipu
dapat dipercaya angan-angan
pengharapan membanggakan harta
menceritakan nikmat Allah penuh keluh kesah
lembut hati iri hati atas keburukan
iri hati atas kebaikan dengki
berlomba demi kebaikan mencintai karena selain Allah
mencintai Allah lemah hati
tawakal ragu-ragu
hati-hati inpirasi dari syetan
inspirasi dari malaikat terburu-buru dalam bekerj
cekatan dan bekerja menghambur-hamburankan


Prinsip-prinsip Pemeliharaan Fitrah Nafsani

Berdasarkan hadits Muslim dari Umar Bin Khattabh, ada tiga prinsip dalam pemeliharaan fitrah nafsani yaitu :
• Iman yang membentuk kepribadian mukmin
• Islam yang membentuk kepribadian muslim
• Ihsan yang membentuk kepribadian muhsin

Prinsip Kepribadian Mukmin

Adalah kepribadian yang percaya dengan sepenuh hati terhadap adanya Allah, Malaikat, kitabullah, Rosul-RosulNya, hari akhir dan taqdir.

a. Karakter Kpribadian Rabbani atau Ialhi
Adalah kepribadian yang mampu mengambil mengamalkan sifat-sifat dan asma Allah ke dalam tingkag lakunya sebatas kemampuan manusiawinya. Misalnya, Allah maha kaya maka kepribadian rabbani menghendaki adanya hartawan yang kaya raya. Proses pembentukkannya dapat ditemouh dengan ta’alluq (menggantungkan kesadaran diri dan pikiran kepada Allah dengan cara berfikir dan bedzikir), takhalluq (kesadaran diri untuk menginternalisasikan asma-asma Allah), dan tahaqquq (kesadaran diri akan adanya kebenaran , kemuliaan dan keagungan Alalh sehingga tingkah lakunya didominasi olehNya).

b. Karakter kepribadian Maliki
Adalah kepribadian yang mampu menginternalisasikan sifat-sifat malaikat yang agung dan mulia. Diantaranya adalah menjalankan perintah Allah, tidak maksiat denganNya, bertasbih kepadaNya, menyampaikan info kepada yang lain, membagi-bagi rezeki unutk kesejahteraan bersama dan lain-lain.

c. Karakter Kepribadian Qur’ani
adalah kepribadian yang mampu menginternalisasikan nilia-nilai Al Quran dalam tingkah lakunya yang nyata, diantaranya membaca, memahami, dan mengamalkna ajaran yang terkandung dalam Al Quran dan As Sunnah.

d. Karakter Kepribadian Rosuli
adalah kepribadian yang dapat menginternalisasikan sifat-sifat Rosul yang mulia, diantaranya jujur, dapat dipercaya, menyampaikan informasi dan cerdas. Karakter ini juga menghendaki penerjemahan mukjizat Rosul dalam konteks empiric. Misalnya Nabi Ibrahim as mampu mendinginkan api, maka isyaratnya dalam menghendaki adanya pemanfaatan energi api untuk energi AC atau kiaps angina yang mendinginkan dan lain-lain.

e. Karakter Kepribadian Yang Berwawasan Masa Depan.
Karakter ini menghendaki adanya karakter yang mementingkan jangka panjang dari pada jangka pendek dengan memiliki tanggung jawab, melakukan shalat, zakat, selalu bertaqwa dan lain-lain.

f. Karakter Kepriabdian Takdiri
Adalah kepribadian yang menghendaki adanya penyerahan dan kepatuhan akan hukun-hukun dan sunnah-sunnah ALLAH SWT.

Prinsip-Prinsip Muslim.
Adalah kepribadian yang mengucapkan syhadat, mendirikan shalat, menunaikan zakat, berpuasa dan berhaji.

a. Karakter Kepribadian Syahadatain
Adalah adanya usaha untuk menghilangkan dan membebaskan diri dari segala belenggu atau dominasi tuhan-tuhan relative seperti materi dan hawa nafsu kemudian mengisi diri sepenuh hi dengan ALLAH SWT. Juga menghendaki karakter yang selalu cinta dan patuh kepada rosul dan berusaha mentauladaninya.

b. karater Kepribadian Mushalli
beberapa ciri diantaranya adalah, mampu berkomunikasi dengan Allah yang ditandai dengan takbir dan kemunikasi dengan sesame manusia, yang ditandai dengan salam. Selain itu menghendaki juga adanya kebersihan dan kesucian diri lahir dan bathin yang ditandai dengan wudhu dan kekhusuan.

c. Kaarakter Kepribadian Muzakki
adalah kepribadian yang berani berkorban untuk kebersihan dan kesucian jiwanya serta untuk pemerataan kesejahteraan ummat. Menghendaki adanya usaha yang halal dan mendistibusikan harta dengan cara halal dan baik pula. Ini mencerminkan adanya kreativitas dan produktifitas.

d. karakter Kepribadian Sha’im
adalah mampu mengendalikan dan menahan diri dari nafsu-nafsu yang rendah dan mengisinya dengan tingkah laku yang baik seperti bersedekah saat berbuka, dan sahur, shalat malam, tadarus dan lain-lain.

e. karakter Kepribadian hajji
adalah kepribadian yang mau mengorbankan harta, waktu dan nyawa demi panggilan ALLAH SWT yang akan melahirkan pribadi yang egaliter, memiliki wawasan inklusif dan pluralistic serta meningkatkan wawasan wisata spiritual.

Prinsip Kepribadian Muhsin
Adalah kepribadian yang mampu meningkatkan kualitas tingkah laku manusia yang dapat dicapai dengan mendekatkan diri kepada ALLAH SWT sehingga gerak-geriknya seakan-akan melihat ALLAH. Adapun tahapan yang bisa ditempuh adalah : takhalli, tahalli dan tajalli.
» Read more → HAKEKAT PSIKOLOGI KEPRIBADIAN ISLAM

Bidang Bimbingan dan Penyuluhan

Bidang Bimbingan dan Konseling
Terdapat empat bidang bimbingan dan konseling yang menjadi ruang lingkup pelayanan. Keempat bidang tersebut adalah:
• Pengembangan kehidupan pribadi, yaitu bidang pelayanan yang membantu peserta didik dalam memahami, menilai, dan mengembangkan potensi dan kecakapan, bakat dan minat, serta kondisi sesuai dengan karakteristik kepribadian dan kebutuhan dirinya secara realistik.
• Pengembangan kehidupan sosial, yaitu bidang pelayanan yang membantu peserta didik dalam memahami dan menilai serta mengembangkan kemampuan hubungan sosial yang sehat dan efektif dengan teman sebaya, anggota keluarga, dan warga lingkungan sosial yang lebih luas.
• Pengembangan kemampuan belajar, yaitu bidang pelayanan yang membantu peserta didik mengembangkan kemampuan belajar dalam rangka mengikuti pendidikan sekolah/madrasah dan belajar secara mandiri.
• Pengembangan karir, yaitu bidang pelayanan yang membantu peserta didik dalam memahami dan menilai informasi, serta memilih dan mengambil keputusan karir.
» Read more → Bidang Bimbingan dan Penyuluhan

Proses Terjadinya Stress

Proses Terjadinya stress dan hal-hal yang menimbulkan trauma psycis.

Setiap manusia dalam kehidupannya akan mengalami trauma pada jiwanya, tapi dampak / efeknya kepada kekuatan jiwa orang tersebut (kekuatan mental). Orang yang tidak beriman akan memiliki mental yang lemah, ditandai dengan pikiran (ratio) yang sempit dan perasaan yang rendah. Hai ini dikarenakan komponen jiwa yang berfungsi hanyalah ratio dan rasa saja. Jangankan menghadapai bencana alam, bagi orang yang lemah mentalnya menghadapi jalan macet saja akan mudah stress.
Stres diawali dengan adanya konflik batin. Konflik jiwa ini terjadi karena harapan (perasaan) bertentangan dengan kenyataan (ratio). Dalam keadaan tenang ibarat sebuah bola berbentuk bundar, tetapi manakala menghadapi konflik, berarti jiwa tertekan oleh dua komponen yang berlawanan. Perasaan berharap ke atas tapi ratio kenyataan ke bawah.
Perasaan akan segera menikah dnegan sudah pacaran dan dilamar tapi ratio (kenyataan) pacarnya menikah dengan orang lain. Terjadilah trauma psychis yang menjadi konflik jiwa dan berlanjut menjadi stress dikarenakan komponen jiwa yang ketiga tidak berfungsi karena tidak ada Iman. Ini adalah problem jodoh.

Sudah sekolah tinggi menjadi sarjana, perasaan berharap mudah mencari lapangan perkerjaan lalu mencari nafkah / rizki, tapi kenyataan (ratio) melamar pekerjaan kemanapun tidak diterima. Maka terjadilah trauma psychis, konflik batin, konflik jiwa dan berlanjut menjadi stress karena tidak ada Iman. Ini menghadapi problem rizki.

Suami istri yang menikah, mengharapkan segera mempunyai anak, mengharapkan segera mempunyai anak, bahkan suaminya adalah dokter ahli kandungan. Perasaan ingin segera menggendong anak tetapi kenyataan (ratio) hasil pemeriksaan kesehatan keduanya dinyatakan sehat dan tidak ada kelainan tetapi kenyataannya istri tidak kunjung hamil. Ini persoalan hamil.
Menikah dan berumah tnagga, perasaan menghapan h.idup bahagai dan sejahtera, tapi kenyataan (ratio) suaminya kasar, sering mengyakiti istri, selingkuh atau sebaliknya istrinya cerewet, selngkuh, dan lain-lain. Ini persoalan kebahagiaan.
Akibat trauma psychis menimbulkankonflik bathin, maka pada tahap awal akan melahirkan perasaan kecewa. Perasaan kecewa ini Karena tidak ada iman. Bagi orang yang super (super cantik, super kaya, super berkuasa, dll) maka perasaan kecewa akan berubah menjadi marah. Maka ia akan melahirkan diri pada kebejatan moral. Bagi orang yang minder (rupa jelek, miskin, tidak punya kekuasaan, dll), maka rasa kecewa akan berubah menjadi rasa sedih, rasa tajut,rasa khawatir. Belombang perasaan ini akan menimbulkan emosi. Emosi ini akan menggoncangkan hypothallmus, mengacaukan system syaraf, akhirnya jasmani (raga) jatuh sakit. Itulah yang disebut penyakit psycoshomatic. (penyakit raga/soma) akibat gangguan jiwa, dengan gejala-gejala pusing, tidak bisa tidur, tidak nafsu makan, jantung berdebar, ujung tangan merasa dingin, pikiran tidak dapat berkonsentrasi.

Bergantung pada kondisi kekuatan jiwa dan raganya apabila raganya yang lemah, maka lahirlah penyakit raga atau jasmaninya, seperti penyakit jantung, maag, paru-paru, kulit, dsb. Tetapi bila jiwanya yang lemah maka akan mewujudkan penyakit jiwa bahkan pecah jiwanya yang disebut schizophrein dan akhir cerita penyakit ini adalag bunuh diri.
Ini semua terjadi karena manusia tersebut hidupnya hanya menggunakan ratio dan rasa saja, sedangkan komponen religi tidak berfungsi karena tidak ada iman. Bahkan unsur kepercayaan ini sudah diracuni atau diisi oleh pikiran (ratio) yang tidak benar dan perasaan yang jelek dikarenakan tidak ada iman yaitu kufur, musyrik, munafik, dan fasik.
» Read more → Proses Terjadinya Stress

TEKNIK KONSELING BAGIAN 1

TEKNIK KONSELING BAGIAN 1
Teknik umum merupakan teknik konseling yang lazim digunakan dalam tahapan-tahapan konseling dan merupakan teknik dasar konseling yang harus dikuasai oleh konselor. Untuk lebih jelasnya, di bawah ini akan disampaikan beberapa jenis teknik umum, diantaranya:

A. Perilaku Attending
Perilaku attending disebut juga perilaku menghampiri klien yang mencakup komponen kontak mata, bahasa tubuh, dan bahasa lisan. Perilaku attending yang baik dapat :
1. Meningkatkan harga diri klien.
2. Menciptakan suasana yang aman
3. Mempermudah ekspresi perasaan klien dengan bebas.
Contoh perilaku attending yang baik :
• Kepala : melakukan anggukan jika setuju
• Ekspresi wajah : tenang, ceria, senyum
• Posisi tubuh : agak condong ke arah klien, jarak antara konselor dengan klien agak dekat, duduk akrab berhadapan atau berdampingan.
• Tangan : variasi gerakan tangan/lengan spontan berubah-ubah, menggunakan tangan sebagai isyarat, menggunakan tangan untuk menekankan ucapan.
• Mendengarkan : aktif penuh perhatian, menunggu ucapan klien hingga selesai, diam (menanti saat kesempatan bereaksi), perhatian terarah pada lawan bicara.
Contoh perilaku attending yang tidak baik :
• Kepala : kaku
• Muka : kaku, ekspresi melamun, mengalihkan pandangan, tidak melihat saat klien sedang bicara, mata melotot.
• Posisi tubuh : tegak kaku, bersandar, miring, jarak duduk dengan klien menjauh, duduk kurang akrab dan berpaling.
• Memutuskan pembicaraan, berbicara terus tanpa ada teknik diam untuk memberi kesempatan klien berfikir dan berbicara.
• Perhatian : terpecah, mudah buyar oleh gangguan luar.
B. Empati
Empati ialah kemampuan konselor untuk merasakan apa yang dirasakan klien, merasa dan berfikir bersama klien dan bukan untuk atau tentang klien. Empati dilakukan sejalan dengan perilaku attending, tanpa perilaku attending mustahil terbentuk empati.
Terdapat dua macam empati, yaitu :
1. Empati primer, yaitu bentuk empati yang hanya berusaha memahami perasaan, pikiran dan keinginan klien, dengan tujuan agar klien dapat terlibat dan terbuka.Contoh ungkapan empati primer :” Saya dapat merasakan bagaimana perasaan Anda”. ” Saya dapat memahami pikiran Anda”.” Saya mengerti keinginan Anda”.
2. Empati tingkat tinggi, yaitu empati apabila kepahaman konselor terhadap perasaan, pikiran keinginan serta pengalaman klien lebih mendalam dan menyentuh klien karena konselor ikut dengan perasaan tersebut. Keikutan konselor tersebut membuat klien tersentuh dan terbuka untuk mengemukakan isi hati yang terdalam, berupa perasaan, pikiran, pengalaman termasuk penderitaannya. Contoh ungkapan empati tingkat tinggi : Saya dapat merasakan apa yang Anda rasakan, dan saya ikut terluka dengan pengalaman Anda itu”.
C. Refleksi
Refleksi adalah teknik untuk memantulkan kembali kepada klien tentang perasaan, pikiran, dan pengalaman sebagai hasil pengamatan terhadap perilaku verbal dan non verbalnya. Terdapat tiga jenis refleksi, yaitu :
1. Refleksi perasaan, yaitu keterampilan atau teknik untuk dapat memantulkan perasaan klien sebagai hasil pengamatan terhadap perilaku verbal dan non verbal klien. Contoh : ” Tampaknya yang Anda katakan adalah ….”
2. Refleksi pikiran, yaitu teknik untuk memantulkan ide, pikiran, dan pendapat klien sebagai hasil pengamatan terhadap perilaku verbal dan non verbal klien.Contoh : ” Tampaknya yang Anda katakan…”
3. Refleksi pengalaman, yaitu teknik untuk memantulkan pengalaman-pengalaman klien sebagai hasil pengamatan terhadap perilaku verbal dan non verbal klien. Contoh : ” Tampaknya yang Anda katakan suatu…”
D. Eksplorasi
Eksplorasi adalah teknik untuk menggali perasaan, pikiran, dan pengalaman klien. Hal ini penting dilakukan karena banyak klien menyimpan rahasia batin, menutup diri, atau tidak mampu mengemukakan pendapatnya. Dengan teknik ini memungkinkan klien untuk bebas berbicara tanpa rasa takut, tertekan dan terancam. Seperti halnya pada teknik refleksi, terdapat tiga jenis dalam teknik eksplorasi, yaitu :
1. Eksplorasi perasaan, yaitu teknik untuk dapat menggali perasaan klien yang tersimpan. Contoh :” Bisakah Anda menjelaskan apa perasaan bingung yang dimaksudkan ….”
2. Eksplorasi pikiran, yaitu teknik untuk menggali ide, pikiran, dan pendapat klien. Contoh : ” Saya yakin Anda dapat menjelaskan lebih lanjut ide Anda tentang sekolah sambil bekerja”.
3. Eksplorasi pengalaman, yaitu keterampilan atau teknik untuk menggali pengalaman-pengalaman klien. Contoh :” Saya terkesan dengan pengalaman yang Anda lalui Namun saya ingin memahami lebih jauh tentang pengalaman tersebut dan pengaruhnya terhadap pendidikan Anda”
E. Menangkap Pesan (Paraphrasing)
Menangkap Pesan (Paraphrasing) adalah teknik untuk menyatakan kembali esensi atau initi ungkapan klien dengan teliti mendengarkan pesan utama klien, mengungkapkan kalimat yang mudah dan sederhana, biasanya ditandai dengan kalimat awal : adakah atau nampaknya, dan mengamati respons klien terhadap konselor.
Tujuan paraphrasing adalah : (1) untuk mengatakan kembali kepada klien bahwa konselor bersama dia dan berusaha untuk memahami apa yang dikatakan klien; (2) mengendapkan apa yang dikemukakan klien dalam bentuk ringkasan ; (3) memberi arah wawancara konseling; dan (4) pengecekan kembali persepsi konselor tentang apa yang dikemukakan klien.
Contoh dialog :
Klien : ” Itu suatu pekerjaan yang baik, akan tetapi saya tidak mengambilnya. Saya tidak tahu mengapa demikian ? ”
Konselor : ” Tampaknya Anda masih ragu.”
F. Pertanyaan Terbuka (Opened Question)
Pertanyaan terbuka yaitu teknik untuk memancing siswa agar mau berbicara mengungkapkan perasaan, pengalaman dan pemikirannya dapat digunakan teknik pertanyaan terbuka (opened question). Pertanyaan yang diajukan sebaiknya tidak menggunakan kata tanya mengapa atau apa sebabnya. Pertanyaan semacam ini akan menyulitkan klien, jika dia tidak tahu alasan atau sebab-sebabnya. Oleh karenanya, lebih baik gunakan kata tanya apakah, bagaimana, adakah, dapatkah.
Contoh : ” Apakah Anda merasa ada sesuatu yang ingin kita bicarakan ? ”
G. Pertanyaan Tertutup (Closed Question)
Dalam konseling tidak selamanya harus menggunakan pertanyaan terbuka, dalam hal-hal tertentu dapat pula digunakan pertanyaan tertutup, yang harus dijawab dengan kata Ya atau Tidak atau dengan kata-kata singkat. Tujuan pertanyaan tertutup untuk : (1) mengumpulkan informasi; (2) menjernihkan atau memperjelas sesuatu; dan (3) menghentikan pembicaraan klien yang melantur atau menyimpang jauh.
Contoh dialog :
Klien : ”Saya berusaha meningkatkan prestasi dengan mengikuti belajar kelompok yang selama ini belum pernah saya lakukan”.
Konselor: ”Biasanya Anda menempati peringkat berapa ? ”.
Klien : ” Empat ”
Konselor: ” Sekarang berapa ? ”
Klien : ” Sebelas ”
H. Dorongan minimal (Minimal Encouragement)
Dorongan minimal adalah teknik untuk memberikan suatu dorongan langsung yang singkat terhadap apa yang telah dikemukakan klien. Misalnya dengan menggunakan ungkapan : oh…, ya…., lalu…, terus….dan…
Tujuan dorongan minimal agar klien terus berbicara dan dapat mengarah agar pembicaraan mencapai tujuan. Dorongan ini diberikan pada saat klien akan mengurangi atau menghentikan pembicaraannya dan pada saat klien kurang memusatkan pikirannya pada pembicaraan atau pada saat konselor ragu atas pembicaraan klien.
Contoh dialog :
Klien : ” Saya putus asa… dan saya nyaris… ” (klien menghentikan pembicaraan)
Konselor: ” ya…”
Klien : ” nekad bunuh diri”
Konselor: ” lalu…”
I. Interpretasi
Yaitu teknik untuk mengulas pemikiran, perasaan dan pengalaman klien dengan merujuk pada teori-teori, bukan pandangan subyektif konselor, dengan tujuan untuk memberikan rujukan pandangan agar klien mengerti dan berubah melalui pemahaman dari hasil rujukan baru tersebut.
Contoh dialog :
Klien : ” Saya pikir dengan berhenti sekolah dan memusatkan perhatian membantu orang tua merupakan bakti saya pada keluarga, karena adik-adik saya banyak dan amat membutuhkan biaya.”
Konselor : ” Pendidikan tingkat SMA pada masa sekarang adalah mutlak bagi semua warga negara. Terutama hidup di kota besar seperti Anda. Karena tantangan masa depan makin banyak, maka dibutuhkan manusia Indonesia yang berkualitas. Membantu orang tua memang harus, namun mungkin disayangkan jika orang seperti Anda yang tergolong akan meninggalkan SMA”.
J. Mengarahkan (Directing)
Yaitu teknik untuk mengajak dan mengarahkan klien melakukan sesuatu. Misalnya menyuruh klien untuk bermain peran dengan konselor atau menghayalkan sesuatu.
Klien : ” Ayah saya sering marah-marah tanpa sebab. Saya tak dapat lagi menahan diri. Akhirnya terjadi pertengkaran sengit.”
Konselor : ” Bisakah Anda mencobakan di depan saya, bagaimana sikap dan kata-kata ayah Anda jika memarahi Anda.”
K. Menyimpulkan Sementara (Summarizing)
Yaitu teknik untuk menyimpulkan sementara pembicaraan sehingga arah pembicaraan semakin jelas. Tujuan menyimpulkan sementara adalah untuk : (1) memberikan kesempatan kepada klien untuk mengambil kilas balik dari hal-hal yang telah dibicarakan; (2) menyimpulkan kemajuan hasil pembicaraan secara bertahap; (3) meningkatkan kualitas diskusi; (4) mempertajam fokus pada wawancara konseling.
Contoh :
” Setelah kita berdiskusi beberapa waktu alangkah baiknya jika simpulkan dulu agar semakin jelas hasil pembicaraan kita. Dari materi materi pembicaraan yang kita diskusikan, kita sudah sampai pada dua hal: pertama, tekad Anda untuk bekerja sambil kuliah makin jelas; kedua, namun masih ada hambatan yang akan hadapi, yaitu : sikap orang tua Anda yang menginginkan Anda segera menyelesaikan studi, dan waktu bekerja yang penuh sebagaimana tuntutan dari perusahaan yang akan Anda masuki.”
Sumber :
Sofyan S. Willis. 2004.Konseling Individual; Teori dan Praktek. Bandung : Alfabeta
H.M. Arifin. 2003. Teori-Teori Konseling Agama dan Umum. Jakarta. PT Golden Terayon Press.
Sugiharto.(2005. Pendekatan dalam Konseling (Makalah). Jakarta : PPPG
» Read more → TEKNIK KONSELING BAGIAN 1

Selasa, 25 Januari 2011

Pendekatan Konseling Individual

PENDEKATAN KONSELING BEHAVIORAL
Konsep Dasar
Manusia adalah mahluk reaktif yang tingkah lakunya dikontrol oleh faktor-faktor dari luar.
Manusia memulai kehidupannya dengan memberikan reaksi terhadap lingkungannya dan interaksi ini menghasilkan pola-pola perilaku yang kemudian membentuk kepribadian.
Tingkah laku seseorang ditentukan oleh banyak dan macamnya penguatan yang diterima dalam situasi hidupnya.
Tingkah laku dipelajari ketika individu berinteraksi dengan lingkungan melalui hukum-hukum belajar : (a) pembiasaan klasik; (b) pembiasaan operan; (c) peniruan.
Tingkah laku tertentu pada individu dipengaruhi oleh kepuasan dan ketidak puasan yang diperolehnya.
Manusia bukanlah hasil dari dorongan tidak sadar melainkan merupakan hasil belajar, sehingga ia dapat diubah dengan memanipulasi dan mengkreasi kondisi-kondisi pembentukan tingkah laku.
Karakteristik konseling behavioral adalah : (a) berfokus pada tingkah laku yang tampak dan spesifik, (b) memerlukan kecermatan dalam perumusan tujuan konseling, (c) mengembangkan prosedur perlakuan spesifik sesuai dengan masalah klien, dan (d) penilaian yang obyektif terhadap tujuan konseling.
B. Asumsi Tingkah Laku Bermasalah
1. Tingkah laku bermasalah adalah tingkah laku atau kebiasaan-kebiasaan negatif atau tingkah laku yang tidak tepat, yaitu tingkah laku yang tidak sesuai dengan tuntutan lingkungan.
2. Tingkah laku yang salah hakikatnya terbentu dari cara belajar atau lingkungan yang salah.
3. Manusia bermasalah itu mempunyai kecenderungan merespon tingkah laku negatif dari lingkungannya. Tingkah laku maladaptif terjadi juga karena kesalapahaman dalam menanggapi lingkungan dengan tepat.
4. Seluruh tingkah laku manusia didapat dengan cara belajar dan juga tingkah laku tersebut dapat diubah dengan menggunakan prinsip-prinsip belajar
C. Tujuan Konseling
Mengahapus/menghilangkan tingkah laku maldaptif (masalah) untukdigantikan dengan tingkah laku baru yaitu tingkah laku adaptif yang diinginkan klien.
Tujuan yang sifatnya umum harus dijabarkan ke dalam perilaku yang spesifik : (a) diinginkan oleh klien; (b) konselor mampu dan bersedia membantu mencapai tujuan tersebut; (c) klien dapat mencapai tujuan tersebut; (d) dirumuskan secara spesifik
Konselor dan klien bersama-sama (bekerja sama) menetapkan/merumuskan tujuan-tujuan khusus konseling.
D. Deskripsi Proses Konseling
Proses konseling adalah proses belajar, konselor membantu terjadinya proses belajar tersebut.
Konselor aktif :
1. Merumuskan masalah yang dialami klien dan menetapkan apakah konselor dapat membantu pemecahannya atu tidak
2. Konselor memegang sebagian besar tanggung jawab atas kegiatan konseling, khususnya tentang teknik-teknik yang digunakan dalam konseling
3. Konselor mengontrol proses konseling dan bertanggung jawab atas hasil-hasilnya.
Deskripsi langkah-langkah konseling :
1. Assesment, langkah awal yang bertujuan untuk mengeksplorasi dinamika perkembangan klien (untuk mengungkapkan kesuksesan dan kegagalannya, kekuatan dan kelemahannya, pola hubungan interpersonal, tingkah laku penyesuaian, dan area masalahnya) Konselor mendorong klien untuk mengemukakan keadaan yang benar-benar dialaminya pada waktu itu. Assesment diperlukan untuk mengidentifikasi motode atau teknik mana yang akan dipilih sesuai dengan tingkah laku yang ingin diubah.
2. Goal setting, yaitu langkah untuk merumuskan tujuan konseling. Berdasarkan informasi yang diperoleh dari langkah assessment konselor dan klien menyusun dan merumuskan tujuan yang ingin dicapai dalam konseling. Perumusan tujuan konseling dilakukan dengan tahapan sebagai berikut : (a) Konselor dan klien mendifinisikan masalah yang dihadapi klien; (b) Klien mengkhususkan perubahan positif yang dikehendaki sebagai hasil konseling; (c) Konselor dan klien mendiskusikan tujuan yang telah ditetapkan klien : (a) apakah merupakan tujuan yang benar-benar dimiliki dan diinginkan klien; (b) apakah tujuan itu realistik; (c) kemungkinan manfaatnya; dan (d)k emungkinan kerugiannya; (e) Konselor dan klien membuat keputusan apakahmelanjutkan konseling dengan menetapkan teknik yang akan dilaksanakan, mempertimbangkan kembali tujuan yang akan dicapai, atau melakukan referal.
3. Technique implementation, yaitu menentukan dan melaksanakan teknik konseling yang digunakan untuk mencapai tingkah laku yang diinginkan yang menjadi tujuan konseling.
4. Evaluation termination, yaitu melakukan kegiatan penilaian apakah kegiatan konseling yang telah dilaksanakan mengarah dan mencapai hasil sesuai dengan tujuan konseling.
5. Feedback, yaitu memberikan dan menganalisis umpan balik untuk memperbaiki dan meingkatkan proses konseling.
Teknik konseling behavioral didasarkan pada penghapusan respon yang telah dipelajari (yang membentuk tingkah laku bermasalah) terhadap perangsang, dengan demikian respon-respon yang baru (sebagai tujuan konseling) akan dapat dibentuk.
Prinsip Kerja Teknik Konseling Behavioral
• Memodifikasi tingkah laku melalui pemberian penguatan. Agar klien terdorong untuk merubah tingkah lakunya penguatan tersebut hendaknya mempunyai daya yang cukup kuat dan dilaksanakan secara sistematis dan nyata-nyata ditampilkan melalui tingkah laku klien.
• Mengurangi frekuensi berlangsungnya tingkah laku yang tidak diinginkan.
• Memberikan penguatan terhadap suatu respon yang akan mengakibatkan terhambatnya kemunculan tingkah laku yang tidak diinginkan.
• Mengkondisikan pengubahan tingkah laku melalui pemberian contoh atau model (film, tape recorder, atau contoh nyata langsung).
• Merencanakan prosedur pemberian penguatan terhadap tingkah laku yang diinginkan dengan sistem kontrak. Penguatannya dapat berbentuk ganjaran yang berbentuk materi maupun keuntungan sosial.
Teknik-teknik Konseling Behavioral
Latihan Asertif
Teknik ini dugunakan untuk melatih klien yang mengalami kesulitan untuk menyatakan diri bahwa tindakannya adalah layak atau benar. Latihan ini terutama berguna di antaranya untuk membantu individu yang tidak mampu mengungkapkan perasaan tersinggung, kesulitan menyatakan tidak, mengungkapkan afeksi dan respon posistif lainnya. Cara yang digunakan adalah dengan permainan peran dengan bimbingan konselor. Diskusi-diskusi kelompok juga dapat diterapkan dalam latihan asertif ini.
Desensitisasi Sistematis
Desensitisasi sistematis merupakan teknik konseling behavioral yang memfokukskan bantuan untuk menenangkan klien dari ketegangan yang dialami dengan cara mengajarkan klien untuk rileks. Esensi teknik ini adalah menghilangkan tingkah laku yang diperkuat secara negatif dan menyertakan respon yang berlawanan dengan tingkah laku yang akan dihilangkan. Dengan pengkondisian klasik respon-respon yang tidak dikehendaki dapat dihilangkan secara bertahap. Jadi desensitisasi sistematis hakikatnya merupakan teknik relaksi yang digunakan untuk menghapus tingkah laku yang diperkuat secara negatif biasanya merupakan kecemasan, dan ia menyertakan respon yang berlawanan dengan tingkah laku yang akan dihilangkan.
Pengkondisian Aversi
Teknik ini dapat digunakan untuk menghilangkan kebiasaan buruk. Teknik ini dimaksudkan untuk meningkatkan kepekaan klien agar mengamati respon pada stimulus yang disenanginya dengan kebalikan stimulus tersebut.
Stimulus yang tidak menyenangkan yang disajikan tersebut diberikan secara bersamaan dengan munculnya tingkah laku yang tidak dikehendaki kemunculannya. Pengkondisian ini diharapkan terbentuk asosiasi antara tingkah laku yang tidak dikehendaki dengan stimulus yang tidak menyenangkan.
Pembentukan Tingkah laku Model
Teknik ini dapat digunakan untuk membentuk tingkah laku baru pada klien, dan memperkuat tingkah laku yang sudah terbentuk. Dalam hal ini konselor menunjukkan kepada klien tentang tingkah laku model, dapat menggunakan model audio, model fisik, model hidup atau lainnya yang teramati dan dipahami jenis tingkah laku yang hendak dicontoh. Tingkah laku yang berhasil dicontoh memperoleh ganjaran dari konselor. Ganjaran dapat berupa pujian sebagai ganjaran sosial.
Sumber : Dr. DYP Sugiharto, M.Pd. Pendekatan-Pendekatan Konseling. (Makalah)
» Read more → Pendekatan Konseling Individual

Konseling

Konseling Humanistik
A. Konsep Dasar:
1. Manusia sebagai makhluk hidup yang dapat menentukan sendiri apa yang ia kerjakan dan yang tidak dia kerjakan, dan bebas untuk menjadi apa yang ia inginkan. Setiap orang bertanggung jawab atas segala tindakannya.
2. Manusia tidak pernah statis, ia selalu menjadi sesuatu yang berbeda, oleh karena itu manusia mesti berani menghancurkan pola-pola lama dan mandiri menuju aktualisasi diri
3. Setiap orang memiliki potensi kreatif dan bisa menjadi orang kreatif. Kreatifitas merupakan fungsi universal kemanusiaan yang mengarah pada seluruh bentuk self expression.
B. Asumsi Perilaku Bermasalah
Gangguan jiwa disebabkan karena individu yang bersangkutan tidak dapat mengembangkan potensinya. Dengan perkataan lain, pengalamannya tertekan.
C. Tujuan Konseling
1. Mengoptimalkan kesadaran individu akan keberadaannya dan menerima keadaannya menurut apa adanya. Saya adalah saya
2. Memperbaiki dan mengubah sikap, persepsi cara berfikir, keyakinan serta pandangan-pandangan individu, yang unik, yang tidak atau kurang sesuai dengan dirinya agar individu dapat mengembangkan diri dan meningkatkan self actualization seoptimal mungkin.
3. Menghilangkan hambatan-hambatan yang dirasakan dan dihayati oleh individu dalam proses aktualisasi dirinya.
4. Membantu individu dalam menemukan pilihan-pilihan bebas yang mungkin dapat dijangkau menurut kondisi dirinya.
D. Deskripsi Proses Konseling
1. Adanya hubungan yang akrab antara konselor dan konseli.
2. Adanya kebebasan secara penuh bagi individu untuk mengemukakan problem dan apa yang diinginkannya.
3. Konselor berusaha sebaik mungkin menerima sikap dan keluhan serta perilaku individu dengan tanpa memberikan sanggahan.
4. Unsur menghargai dan menghormati keadaan diri individu dan keyakinan akan kemampuan individu merupakan kunci atau dasar yang paling menentukan dalam hubungan konseling.
5. Pengenalan tentang keadaan individu sebelumnya beserta lingkungannya sangat diperlukan oleh konselor.
E. Teknik-Teknik Konseling
Teknik yang dianggap tepat untuk diterapkan dalam pendekatan ini yaitu teknik client centered counseling, sebagaimana dikembangkan oleh Carl R. Rogers. meliputi: (1) acceptance (penerimaan); (2) respect (rasa hormat); (3) understanding (pemahaman); (4) reassurance (menentramkan hati); (5) encouragement (memberi dorongan); (5) limited questioning (pertanyaan terbatas; dan (6) reflection (memantulkan pernyataan dan perasaan).
Melalui penggunaan teknik-teknik tersebut diharapkan konseli dapat (1) memahami dan menerima diri dan lingkungannya dengan baik; (2) mengambil keputusan yang tepat; (3) mengarahkan diri; (4) mewujudkan dirinya.
Sumber:
Sayekti. 1997. Berbagai Pendekatan dalam Konseling. Yogyakarta: Menara Mass Offset
Sofyan S. Willis. 2007. Konseling Individual; Teori dan Praktek. Bandung: Alfabeta.
» Read more → Konseling
 

Thank you for visited me